Wujudkan pemerintahan yang bersih dari korupsi, Pemerintah Desa Tegal Harum bersinergi dengan Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Desa Tegal Harum menggelar kegiatan dharma wacana tentang budaya antikorupsi bagi pemerintah desa dan Lembaga Kemasyarakatan Desa (LKD). Kegiatan ini dilaksanakan pada Selasa (16/07/2024) yang bertempat di Ruang Pertemuan Kantor Perbekel Tegal Harum, serta dihadiri oleh Perbekel Tegal Harum, Ketua BPD Tegal Harum beserta jajarannya, Perangkat dan Staf Desa Tegal Harum, Pengurus Inti LPM Desa Tegal Harum, Pengurus Inti PKK Desa Tegal Harum, Ketua dan Anggota PHDI Desa Tegal Harum, Pengurus Inti WHDI Desa Tegal Harum, Pengurus Inti Karang Taruna Asta Yowana Werdhi, Pengurus Inti Sekaa Santi Desa Puspita Harum, perwakilan kader posyandu masing-masing dusun se-Desa Tegal Harum, serta narasumber dari Dinas Kebudayaan Provinsi Bali, I Gede Arum Gunawan, S.Ag., M.Ag.

Perbekel Tegal Harum, I Komang Adi Widiantara dalam sambutannya menyampaikan rasa terima kasih dan menjelaskan tujuan diadakannya kegiatan dharma wacana pada hari ini. “Terima kasih saya ucapkan kepada PHDI Desa Tegal Harum atas peran aktifnya dalam menyelenggarakan kegiatan dharma wacana, dan terima kasih saya ucapkan kepada narasumber, Bapak I Gede Arum Gunawan, karena di tengah kesibukan beliau dapat mengisi acara dharma wacana pada hari ini. Berbicara kegiatan dharma wacana, kami di Pemerintah Desa Tegal Harum telah mengagendakan kegiatan dharma wacana sebanyak 12 kali, 8 kali di masing-masing dusun, dan 4 kali di Kantor Perbekel Tegal Harum. Kegiatan dharma wacana biasanya mengangkat tentang rahinan dan bebantenan/upakara, tetapi pada kesempatan yang baik ini terkait budaya antikorupsi, dimana ini merupakan indikator poin penting dalam kegiatan desa antikorupsi yang dimana Desa Tegal Harum mewakili Kota Denpasar di tingkat Provinsi Bali,” ujarnya.

Gede Arum Gunawan dalam dharma wacananya menyampaikan bahwa praktik Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) sudah ada pada zaman Mahabharata. Beliau juga menyampaikan bahwa siapa yang melakukan praktik KKN pasti akan mendapatkan kemalangan dan mendapatkan hukuman yang sangat berat. “Praktik KKN sudah ada pada saat zaman Mahabharata, dimana Bhagawan Drona tidak mau menerima murid dari golongan non kesatria. Ketika Bambang Ekalaya meminta pengajaran dari Bhagawan Drona, beliau menolak dikarenakan Bambang Ekalaya merupakan golongan non kesatria, padahal seorang guru memberikan ilmu kepada siapapun, apalagi ada yang datang untuk meminta. Bambang Ekalaya merupakan pemanah yang handal, bahkan melebihi Arjuna, ketika Bhagawan Drona melihat itu, dan demi melindungi citranya sebagai guru memanah yang hebat, Bhagawan Drona meminta Bambang Ekalaya untuk memotong ibu jarinya, sehingga Bambang Ekalaya tidak dapat menggunakan panah lagi dan Arjuna tetap menjadi pemanah yang hebat, itu merupakan praktik KKN yang dilakukan Bhagawan Drona kepada Bambang Ekalaya, sehingga pada akhirnya Bhagawan Drona mendapatkan karmanya pada saat meninggal dengan taktik yang dibuat oleh pihak musuhnya, yang menipu beliau dengan mengatakan bahwa anak beliau meninggal di medan perang. Jadi orang yang melakukan praktik KKN pasti mendapatkan kemalangan dan hukuman yang sangat berat, tidak saja dikehidupan nanti, tapi pada saat hidupnya sudah mendapatkan hukuman,” tuturnya.

Gede Arum Gunawan menambahkan dalam dharma wacananya, bagaimana cara untuk mengatasi dan melatih diri agar terhindar dari korupsi. “Bagaimana sekarang caranya untuk mengatasi dan melatih diri kita agar terhindar dari tindakan korupsi, apalagi bapak/ibu menempati posisi di pemerintahan desa dan LKD, yaitu paling dasar dengan menerapkan Tri Kaya Parisudha yang mempunyai arti tiga perbuatan yang disucikan, yaitu Manacika atau berpikir yang benar, Wacika atau berkata yang benar, dan Kayika atau berbuat yang benar, dengan melakukan Tri Kaya Parisudha itulah cara kita untuk membentengi diri agar budaya antikorupsi ini benar-benar terealisasi dengan baik,” tambahnya.